From : Diana Fareza bt Ahmad Roshdi UD0626 (4)
Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan,
supaya muncul suatu ketenangan, kesenangan, ketenteraman, kedamaian
dana kebahagiaan. Hal ini tentu saja menyebabkan setiap laki-laki dan
perempuan mendambakan pasangan hidup yang memang merupakan fitrah
manusia, apalagi pernikahan itu merupakan ketetapan Ilahi dan dalam
sunnah Rasul ditegaskan bahwa “Nikah adalah Sunnahnya”. Oleh karena itu
Dinul Islam mensyariatkan dijalinnya pertemuan antara laki-laki dan
perempuan dan selanjutnya mengarahkan pertemuan tersebut sehingga
terlaksananya suatu pernikahan.
Namun dalam kenyataannya, untuk mencari pasangan yang sesuai tidak
selamanya mudah. Hal ini berkaitan dengan permasalahan jodoh. Memang
perjodohan itu sendiri suatu hal yang ghaib dan sulit diduga,
kadang-kadang pada sebagian orang mudah sekali datangnya, dan bagi yang
lain amat sulit dan susah. Bahkan ada kalanya sampai tua seseorang belum
menikah juga.
Fenomena beberapa tahun akhir-akhir ini, kita melihat betapa
banyaknya muslimah-muslimah yang menunggu kedatangan jodoh, sehingga
tanpa terasa usia mereka semakin bertambah, sedangkan para musliminnya,
bukannya tidak ada, mereka secara ma’isyah belum berani maju untuk
melangkahkan kakinya menuju mahligai rumah tangga yang mawaddah wa
rahmah. Kekhawatiran jelas tampak, di tengah-tengah perekonomian yang
semakin terpuruk, sulit bagi mereka untuk memutuskan segera menikah.
Gejala ini merupakan salah satu dari problematika dakwah dewasa ini.
Dampaknya kaum muslimah semakin membludak, usia mereka pelan namun pasti
beranjak semakin naik.
Untuk mencari solusinya, dengan tetap berpegangan kepada syariat
Islam yang memang diturunkan untuk kemaslahatan manusia, beberapa kiat
mencari jodoh dapat dilakukan :
1. Yang paling utama dan lebih utama adalah memohonkannya pada Sang
Khalik, karena Dialah yang menciptakan manusia berpasang-pasangan
(QS.4:1). Permohonan kepada Allah SWT dengan meminta jodoh yang
diridhoiNya, merupakan kebutuhan penting manusia karena kesuksesan
manusia mendapatkan jodoh berpengaruh besar dalam kehidupan dunia dan
akhirat seseorang.
2. Melalui mediator, antara lain:
a. Orang tua. Seorang muslimah dapat meminta orang tuanya untuk
mencarikannya jodoh dengan menyebut kriteria yang ia inginkan. Pada masa
Nabi SAW, beliau dan para sahabat-sahabatnya segera menikahkan anak
perempuan. Sebagaimana cerita Fatimah binti Qais, bahwa Nabi SAW
bersabda padanya : Kawinlah dengan Usamah. Lalu aku kawin dengannya,
maka Allah menjadikan kebaikan padanya dan keadaanku baik dan
menyenangkan dengannya (HR. Muslim).
b. Guru ngaji (murabbiyah). Jika memang sudah mendesak untuk menikah,
seorang muslimah tidak ada salahnya untuk minta tolong kepada guru
ngajinya agar dicarikan jodoh yang sesuai dengannya. Dengan keyakinan
bahwa jodoh bukanlah di tangan guru ngaji. Ini adalah salah satu upaya
dalam mencari jodoh.
c. Sahabat dekat. Kepadanya seorang muslimah bisa mengutarakan
keinginannya untuk dicarikan jodoh.
Sebagai gambaran, kita melihat
perjodohan antara Nabi SAW dengan Khadijah RA. Diawali dengan
ketertarikan Khadijah RA kepada pribadi beliau yang pada saat itu
berstatus karyawan pada perusahaan bisnis yang dipegang oleh Khadijah
RA. Melalui Nafisah sebagai mediatornya akhirnya Nabi SAW menikahi
Khadijah RA..
d. Biro Jodoh. Biro jodoh yang Islami dapat memenuhi keinginan
seorang muslimah untuk menikah. Dikatakan Islami karena prosedur yang
dilakukan sesuai dengan syariat Islam. Salah satu di antaranya adalah
Club Ummi Bahagia.
3. Langsung, dalam arti calon sudah dikenal terlebih dahulu dan ia
berakhlaq Islami menurut kebanyakan orang-orang yang dekat dengannya
(temannya atau pihak keluarganya). Namun pacaran tetap dilarang oleh
Islam. Jika masing-masing sudah cocok maka segera saja melamar dan
menikah. Kadang kala yang tertarik lebih dahulu adalah muslimahnya, maka
ia dapat menawarkan dirinya kepada laki-laki saleh yang ia senangi
tersebut (dalam hal ini belum lazim di tengah-tengah masyarakat kita).
Seorang sahabiat pernah datang kepada Nabi SAW dan menawarkan dirinya
pada beliau. Maka seorang wanita mengomentarinya, “Betapa sedikit rasa
malunya.” Ayahnya yang mendengar komentar putrinya itu menjawab, “Dia
lebih baik dari pada kamu, dia menginginkan Nabi SAW dan menawarkan
dirinya kepada beliau.”
Sebuah cerita bagus dikemukakan oleh Abdul Halim Abu Syuqqoh
pengarang buku Tahrirul Mar’ah, bahwa ada seorang temannya yang
didatangi oleh seorang wanita untuk mengajaknya menikah. Temannya itu
merasa terkejut dan heran, maka wanita itu bertanya, “Apakah aku
mengajak Anda untuk berbuat haram? Aku hanya mengajak Anda untuk kawin
sesuai dengan sunnah Allah dan Rasul-Nya”. Maka terjadilah pernikahan
setelah itu.
Semua upaya tersebut hendaknya dilakukan satu persatu dengan rasa
sabar dan tawakal tidak kenal putus asa. Di samping itu seorang muslimah
sambil menunggu sebaiknya ia mengaktualisasikan kemampuannya. Lakukan
apa yang dapat dilakukan sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan dakwah.
Jika seorang muslimah kurang pergaulan, bagaimana ia dapat mengenal
orang lain yang ingin menikahinya.
Barangkali perlu mengadakan evaluasi terhadap kriteria pasangan hidup
yang ia inginkan. Bisa jadi standar ideal yang ia harapkan menyebabkan
ia terlalu memilih-milih. Menikah dengan orang hanif (baik keagamaannya)
merupakan salah satu alternatif yang perlu diperhatikan sebagai suatu
tantangan dakwah baginya.
Akhirnya, semua usaha yang telah dilakukan diserahkan kembali kepada
Allah SWT. Ia Maha Mengetahui jalan kehidupan kita dan kepadaNyalah kita
berserah diri. Wallahu A’lam bishowab. (hudzaifah/hdn)
0 comments:
Post a Comment